Orang tua sering terlambat dalam mengenali gangguan pendengaran
seorang anaknya. Padahal gangguan pendengaran sering terjadi pada saat anak pra
sekolah. Sebenarnya gangguan pendengaran sendiri dapat diwaspadai dengan
melakukan skrining. Skrining bertujuan menemukan kasus gangguan pendengaran
sedini mungkin. Dengan demikian seorang yang melakukan skrinning pada saat bayi
baru lahir, pra sekolah dan saat anak sedang bersekolah, diharapkan seorang
anak yang mengalami cacat dengar dapat dibatasi akibatnya. Maksudnya seorang
anak yang mengalami gangguan pendengaran dapat dicarikan jalan yang terbaik
baik itu pendidikan dan perkembangan anak tersebut.
Sayangnya, tindakan rehabilitasi atau habilitasi pada anak yang
mengalami gangguan pendengaran masih mahal dan belum merata, artinya belum bisa
menjangkau pada anak-anak di daerah yang terpencil dan terisolasi. Meski
demikian, ada beberapa sederhana untuk melakukan skrinning yang tepat. Diantaranya
adalah melakukan respons audiotrik misalnya bertepuk tangan, membunyikan
lonceng dan mainan.
Sedangkan cara jika ingin memperoleh hasil yang tepat ketika
mendiagnosa kelainan gangguan pendengaran pada seorang anak, maka bisa
menggunakan :
Pemeriksaan Sejak Usia 2 Hari
Pada pemeriksaan lebih lanjut, biasanya anak akan menjalani
pemeriksaan audiometri sesuai umur, diantaranya tes OAE (Oto Acoustic Emission)
atau BERA (Brainstem Evoked Response Auditory). Cara kerjanya dengan
menggunakan komputer serta dibantu sejumlah elektroda yang ditempelkan di
permukaan kulit kepala bayi. “Anak diberi rangsangan suara, kemudian
direkam di komputer, hasilnya berupa data dalam bentuk grafik. Dari situlah
akan diketahui ambang dengarnya.
Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah
memang benar terjadi gangguan pendengaran, jenis gangguan pendengaran
serta letak kelainan yang menimbulkan gangguan pendengaran. Sehingga
dapat dicari solusi terbaik untuk perawatan selanjutnya, dengan harapan anak
bisa berkomunikasi dengan atau tanpa alat bantu dengar.Di Indonesia
kini tengah digalakkan pemeriksaan pendengaran bayi sejak usia 2 hari. Semakin
cepat dan tepat intervensi dilakukan. Hasilnya akan semakin baik.
Metode OAE.
OAE atau Oto Acoustic Emission adalah sebuah teknik pemeriksaan
kohlea berdasarkan prinsip elektrofisiologik. Dengan OAE bisa diketahui apakah
kohlea bisa berfungsi normal sebagai reseptor pendengaran. Cara kerja dari OAE
adalah menggunakan komputer serta dibantu sejumlah elektroda yang ditempelkan di
permukaan kulit bayi. Proses kerjanya adalah sang bayi diberikan rangsangan
suara. Hasil dari rangsangan suara tadi yang berupa data dalam bentuk grafik
kemudian direkam di komputer. Hasil dari data tersebut adalah ambang dengar
dari sang bayi tersebut yang diberi satuan db (desibel).
Dalam keadaan pendengaran normal, bunyi akan bergerak melalui
salur telinga sampai gendang telinga. Suara dari salur telinga akan menimbulkan
gelombang bunyi yang selanjutnya akan menyebabkan gendang telinga bergetar dan
tulang telinga bergerak. Gerakan akan menyebabkan cairan telinga dalam
(koklea) menggerakkan sel rambut. Dari sinilah, sel rambut akan mengubah
gerakan menjadi isyarat elektrik dan selanjutnya akan disampaikan ke
saraf pendengaran otak, pada akhirnya, manusia akan mendengar bunyi.
Mengingat proses diatas, kita tahu betapa pentingnya koklea di dalam
telinga kita, jadi pemeriksaan dengan metode OAE patut dicoba.
Pemeriksaan sejak dini harus dilakukan jika bayi memiliki beberapa
faktor risiko. Antara lain riwayat keluarga dengan tuli kongenital (tuli
bawaan/keturunan), riwayat infeksi pranatal (TORCHS = Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalo Virus, Herpes), bayi dengan kelainan anatomi telinga, bayi lahir
dengan BBLR/Berat Badan lahir Rendah < 1500 gr, persalinan dengan tindakan
(vakum), hiperbilirubinemia/bayi kuning, asfiksia berat (lahir tidak menangis).
Terjadinya gangguan pendengaran akan berdampak pada
keterlambatan bicara si anak kelak. Selain itu, orangtua haruslah peka
dengan kondisi buah hatinya. Waspadai jika anak sulit menangkap
pembicaraan pada lingkungan ramai, ucapan anak sulit dimengerti, anak bicara
terlalu lemah/keras, kemampuan bicara yang tidak lengkap atau kata-katanya
banyak yang hilang, nilai di sekolah turun terutama nilai bahasa Indonesia.
Pesan dari beberapa ahli, “Bila kondisi anak tuli sebagian
(hearing impaired) dan bukanlah tuli total (deaf), berarti fungsi pendengaran
yang berkurang tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan
atau tanpa alat bantu dengar. Oleh karenanya sangat diperlukan deteksi dini,
kalaupun harus memakai alat bantu, tetap beri dukungan yang terbaik bagi
anak.”
0 komentar :